4shared.com - Free file sharing and storage

Selasa, 03 April 2012

HIV DAN AIDS DALAM PERSPEKTIF IMAN KRISTEN

OPINI
HIV DAN AIDS DALAM PERSPEKTIF IMAN KRISTEN
Emmy Sahertian
Caretaker Direktur Eksekutif Yayasan PALMA

Pendahuluan

Berbicara tentang AIDS dari sudut pandang iman Kristen tidak terlepas dari bagaimana pergumulan gereja-gereja menghadapi epidemik AIDS yang telah menghancurkan hidup dari hampir sebagian penduduk bumi ini. Pertanyaan mendasar yang selalu muncul dibenak umat adalah "Mengapa Tuhan Allah mengizinkan virus HIV hidup?" "Apakah AIDS merupakan kutukan Allah kepada manusia yang telah melakukan dosa perzinahan?"
Pertanyaan-pertanyaan diatas telah mendorong sebagian besar umat, yang juga adalah basis masyarakat, menarik garis hitam antara mereka dengan para penderita HIV/ AIDS. Dalam catatan para relawan kemanusiaan ternyata sikap tersebut justru telah melahirkan tindakan diskriminatif, isolasi, perlakuan yang tidak berperikemanusiaan serta ketakpedulian terhadap para penderita. Penderita AIDS diposisikan sebagai manusia "pendosa". Opini moral ini tampaknya lebih berbahaya dari virus HIV itu sendiri.
Menyadari akan kondisi demikian maka Dewan Gereja-gereja se-Dunia, melalui komisi kesehatannya mengadakan suatu studi teologis mendalam tentang isu HIV/ AIDS agar menjadi pedoman bersama gereja-gereja sedunia, lebih khusus lagi bagi umat secara individu. Dasar iman Kristen yang menjadi dasar menyikapi epidemik AIDS adalah : Bagaimana kita memahamai teologi Penciptaan, tubuh dan seksualitas manusia, teologi penderitaan dan kematian, pengharapan dan kebangkitan dengan pola pendekatan pelayanan yang dilakukan oleh Yesus Kristus dalam KASIH.
Teologi Penciptaan.
Kitab Kejadian dalam Perjanjian Lama melukiskan bahwa semua yang disebut sebagai makhluk hidup selalu berada dalam suatu relasi : Relasi antara Tuhan dan manusia serta makhluk lain, baik manusia dan non-manusia, relasi antara sesama makhluk hidup, baik manusia dan non-manusia. "Relasi" tersebut merupakan simpul yang menentukan kualitas kehidupan secara utuh (tubuh, jiwa, roh, dan sosial). Relasi yang merupakan inisiatif Allah dengan ciptaannya berjalan secara konstan, dan tidak pernah berhenti, meskipun sering makhluk ciptaan-Nya menghentikan atau murtad. Salah satu cirikhas keilahian Allah adalah setia dalam relasi dengan makhluknya di samping kasih, adil dan berdaulat atas ciptaan-Nya.
Relasi Allah dengan makhluk ciptaan-Nya adalah relasi yang dinamik. Artinya makhluk ciptaan-Nya diberi ruang untuk bergerak dan bertumbuh dalam kebebasan tetapi yang bertanggungjawab terhadap panggilan hidupnya. Dalam relasi yang dinamik inilah maka manusia yang bebas tersebut menjadi berisiko tinggi untuk jatuh ke dalam dosa (Kej.3).
Kitab Kejadian melukiskan secara realistik bahwa manusia sebagai mahkota ciptaan dalam kebebasannya selalu memilih jalan yang penuh risiko berujung pada maut atau jatuh ke dalam dosa. Hal ini mempengaruhi harmonisasi relasi baik antara manusia dengan Allah maupun antar sesama makhluk. Terjadi penindasan, pembunuhan, ketidak adilan, ketimpangan alam yang membuat manusia menderita. Dalam kondisi yang demikian manusia mengalami penderitaan yang komprehensif (fisik, jiwa, roh dan sosial). Manusia dihadapkan dengan maut dan kematian. Sejak itu bumi dan segala isinya berada pada kondisi yang sangat berisiko tinggi untuk menderita. Disebut sebagai bumi yang sakit dan membutuhkan penyelamatan atau penyembuhan. Dalam kerangka inilah maka HIV/ AIDS menjadi bagian dari bentuk penderitaan dunia itu.
Pemahaman Tentang Tubuh dan Seksualitas Manusia
Alkitab melukiskan bahwa tubuh manusia adalah suatu keajaiban sakral yang membuktikan kebesaran Allah dalam seluruh ciptaanNya, sehingga tubuh manusia seyogianya adalah apa yang disebut Paulus sebagai "Bait Allah", wadah untuk memuliakan Allah, suatu 'value' yang merupakan identitas manusia itu sendiri.
Seksualitas manusia adalah bagian integral dari identitas manusia, suatu anugerah dari Allah yang menandai keunikan dan kekhususan perempuan dan laki-laki yang diekspresikan dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan yang sangat personal atau hubungan intim atau "erotic". Alkitab melukiskan bahwa fungsi sosial seksualitas manusia adalah untuk menjadi mitra dalam mengelola bumi secara adil, dan penuh cinta kasih. Dalam hubungan personal atau hubungan intim antara laki-laki dan perempuan yang paling fundamental adalah untuk ekspresi cinta kasih yang paling tinggi dan mendalam, melaluinya terjadi prokreasi.
Dalam konteks ekspresi cinta kasih yang mendalam untuk prokreasi ini maka Allah mempercayakan fungsi regenerasi atau penciptaan generasi baru sebagai umat ciptaan Allah. Manusia laki-laki dan perempuan dalam kebebasannya mengekspresikan melalui berbagai cara yang kudus dan sehat. Namun kenyataannya, kebebasan tersebut tidak dapat dipahami dan dikelola secara bertanggung jawab sehingga berdampak pada kekacauan yang menimbulkan penyakit dan penderitaan. Oleh sebab itu upaya keselamatan Allah pun menyentuh masalah-masalah ini. Hal ini tercermin dalam sikap Kristus terhadap mereka yang sakit dan yang tertuduh sebagai orang-orang yang menyimpang dari moral agama saat itu (sakit kusta, keadilan jender, lumpuh, pekerja seks dan pemungut cukai, dll). Ada suatu pemahaman dinamis tentang tubuh manusia dan seksualitasnya dan tidak menyangkal bahwa adanya tantangan dan pergumulan dalam mengendalikan kecenderungan yang merusak di mana perlu ditolong dan diselamatkan.

Teologi Penderitaan dan Kematian, Pengharapan dan Kebangkitan

Bagi pemahaman Kristiani, Allah adalah Allah pemelihara dan penuh kasih setia. Oleh karena itu Ia tetap memelihara relasi dengan makhluk-Nya. Hal itu dimanifestasikan melalui tindakan keselamatan kepada manusia. Ia membuka jalan keselamatan bagi manusia dan kemudian mendidik umatnya untuk kembali ke jalan yang benar (bertobat). Berbagai upaya dilakukan yakni memanggil dan mengutus utusan-utusan-Nya, para imam, para nabi dan para hakim untuk mengoreksi, menegur dan mengasuh ciptaan-Nya. Mereka menjalani tugas imamat yakni menjadi penghubung antara Allah dan CiptaanNya, juga menjalani tugas profetis yakni menyuarakan Firman Allah untuk menegur dan mengoreksi serta mengasuh moral umat sebagai bentuk tanggung jawab atas panggilan hidupnya yang bebas atau independen. Hal yang paling nyata adalah tindakan solidaritas Allah terhadap mereka yang menderita.
Bentuk solidaritas Allah dalam penderitaan manusia yang paling puncak adalah dalam Yesus Kristus. Melalui Kristus, Allah bersentuhan langsung dengan penderitaan dan kematian. Dalam Kristus, Allah merawat umat-Nya. Dalam Kristus, kasih dan pengampunan Allah menjadi nyata. Dalam Kristus, maut dikalahkan melalui kebangkitan-Nya.
Melalui Kristus, Allah menggembalakan umat-Nya, khususnya mereka yang sedang terpuruk dalam belukar kehidupan. Bersama para murid pilihan la mengunjungi, melawat, melayani dan mengampuni semua orang yang sedang dalam penderitaan, tanpa pamrih. Dengan demikian mereka yang ditemuiNya memperoleh hidup yang lebih bermakna dan bermartabat. Mereka merupakan "the caring/ healing community", suatu komunitas peduli yang memulihkan sesama yang melintas batas budaya, agama, status sosial bahkan moral. Disini Yesus mengembangkan pola pelayanan seorang gembala: membimbing, mengasuh, mendamaikan, menopang, merawat dan menyembuhkan.
Inilah kerangka dasar sikap Kristiani dalam menghadapi HIV/ AIDS yakni mengambil pola pelayanan Kristus. Bagaimana menjadi "the caring/ healing community" bagi sesama yang sedang terpuruk dalam belukar.
Dalam kerangka pemahaman iman ini maka epidemik HIV/ AIDS bukanlah kutukan Allah, tetapi resiko dari kebebasan manusia yang hidup dalam dunia yang menderita dan sakit. Manusia akan selalu terjebak dan dijebak dalam lilitan itu. Dan untuk mengeluarkannya dari belitan tersebut hanyalah kasih dan pengampunan Allah sajalah yang sanggup mengalahkan maut dan membangkitkan manusia dari keterpurukannya. Dalam terang pemahaman ini maka World Council of Churches menyerukan bahwa:
A. Gereja dalam kapasitas sebagai komunitas peduli dalam rangka merespon epidemik HIV dan AIDS :

  • Meminta perhatian gereja-gereja untuk mengembangkan suatu iklim dan tempat yang penuh cinta kasih, penerimaan, dan dukungan bagi mereka yang rentan atau yang telah terkena HIV/ AIDS tanpa memandang latar belakang agama,suku, status sosial maupun keberadaan personal seseorang.
  • Meminta perhatian gereja untuk bersama-sama berefleksi pada basis pemahaman teologinya dalam rangka merespons tantangan HIV/ AIDS.
  • Meminta perhatian gereja untuk bersama-sama berefleksi masalah-masalah etik yang timbul karena pandemik ini, bagaimana menginterpretasikannya ke dalam konteks lokal dan menawarkan panduan bagi mereka yang menghadapi kesulitan dalam menentukan pilihan.
  • Meminta perhatian gereja supaya terlibat aktif dalam berbagai diskusi di masyarakat mengenai isu-isu etik yang muncul karena HIV/ AIDS, dan mendukung warga jemaatnya, khususnya yang melayani dibidang kesehatan, yang menghadapi kesulitan menentukan keputusan etis dalam hal pencegahan dan perawatan.
Kesaksian gereja dalam hubungannya dengan masalah langsung HIV/ AIDS:
  • Meminta perhatian gereja-gereja untuk melayani sebaik mungkin mereka yang hidup dengan HIV/ AIDS.
  • Meminta perhatian gereja untuk memberikan perhatian khusus bagi bayi dan anak-anak yang hidup dengan HIV/ AIDS dan mencari jalan keluar dalam membangun lingkup yang mendukung.
  • Meminta perhatian gereja untuk membantu melindungi hak-hak mereka yang hidup dengan HIV/ AIDS, mempelajari, mengembangkan dan mempromosikan HAM dari ODHA. Meminta perhatian gereja untuk memberikan informasi yang akurat tentang HIV/ AIDS, mempromosikan kondisi yang memungkinkan diskusi terbuka dalam rangka menanggulangi penyebaran informasi yang salah yang bisa mengakibatkan reaksi takut.
  • Meminta perhatian gereja untuk meningkatkan advokasi dan dukungan bagi upaya yang telah dilakukan pemerintah dan fasilitas kesehatan untuk menemukan jalan keluar dari masalah yang ada baik masalah sosial maupun medis.
  • Gereja tidak boleh lagi tabu dalam memberikan informasi dan edukasi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi pada kelompok umur dengan pendekatan dan metodologi yang bertanggung jawab, sebab penyelamatan Allah secara holistik menyangkut tubuh dan berbagai dimensinya, mental, rohani dan sosial, bukan hanya rohani saja.
Kesaksian Gereja sehubungan dengan masalah yang berkepanjangan dan faktor-faktor yang dapat memberikan pengharapan.

􀂃 Meminta perhatian gereja-gereja untuk menyadari, mengakui bahwa ada hubungan antara AIDS dan kemiskinan, dan mengadvokasi upaya promosi keadilan dan pembangunan yang berkelanjutan.

􀂃 Meminta perhatian gereja untuk memberi perhatian khusus pada situasi yang dapat memperluas kerentanan terhadap AIDS seperti isu pekerja migran, pengungsian darurat dalam jumlah besar serta isu aktifitas seks komersial.

􀂃 Lebih khusus lagi, gereja-gereja perlu bekerja sama dengan kelompok perempuan di mana selama ini mereka berjuang untuk hak dan martabat mereka serta mengaktualisasikan keterampilan mereka secara maksimal.

􀂃 Meminta perhatian gereja-gereja untuk membina dan melibatkan kaum muda dan para pria dalam rangka pencegahan penyebaran HIV/ AIDS

􀂃 Meminta perhatian gereja-gereja untuk memahami secara penuh tentang anugerah seksualitas manusia dalam konteks pertanggung jawaban personal, relasi dengan orang lain, keluarga dan iman Kristen.

􀂃 Meminta perhatian gereja-gereja untuk memperhatikan pandemik penyalah gunaan NAPZA dan bagaimana peranannya dalam penyebaran HIV/ AIDS, serta mengembangkan program yang efektif dalam hal perawatan, penurunan adiksi, rehabilitasi dan pencegahan.

Penutup
Akhirnya saya menyunting apa yang dikatakan Kristus kepada para muridNya sebagai basis AIkitabiah pemahaman Kristiani dalam menyikapi HIV/ AIDS yaitu Mat. 25: 35-36 dan 45: 35-36: “Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit kamu merawat Aku; ketika Aku di dalam penjara kamu mengunjungi Aku (Mat. 25: 35-36). Dan 45: 35-36: “Maka la akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.” Suatu identifikasi empatis bersama mereka yang paling hina dan menderita sebagai etika pelayanan Kristiani yang berporos pada Kristus.
Referensi:
1. Palma & PGI. Peran Gereja menghadapi AIDS, terjemahan atas publikasi WCC: Facing AIDS, The Challenge, The Churches'Response, Jakarta, 1997
2. AIDS Working Group WCC, Guide to HIV/ AIDS Pastoral Counseling, Geneva, 1990
3. Report of LWF Youth Consultation, Malaysia, November, 2001
4. Report of LWF Pan Africa Leadership Consultation on HIV/ AIDS. Nairobi, May. 2002 25
5. Report of LWV Asian Leadership, Consultation on HIV/AIDS, Batam, December 2003
6. Rencana Kerja Kelompok Kerja HIV/ AIDS Biro Pemuda PGI, .Iakarta, 1996
7. Catatan Pengembangan Kegiatan Biro Pemuda PGI untuk HIV/ AIDS dan Narkoba, Jakarta, 2004
8. Dokumen penyadaran dan pelatihan pen-cegahan dan penanggulangan HIV/AIDS Yayasan PALMA. Jakarta, 1996-2004-07
9. Spritia Foundation, Documentation of 'Human Rights Violations against People Living with HIV/ AIDS in Indonesia, A Peer-Group Documentation Project, Jakarta. 26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar